Dimas Ario's Favorite Songs of 2013 (Local)


Tahun 2013 adalah tahun yang dinamis bagi musik Indonesia. Berbagai band baru muncul, band lama kembali merilis album dan juga band yang sebelumnya di luar jangkauan kini dicintai oleh banyak orang. Yang lebih menggembirakan lagi, di tahun 2013 ini, band-band di luar pulau Jawa mulai unjuk gigi dan terdengar di pentas nasional. 

Untuk kualitas musik sendiri, banyak musisi dan band di tahun 2013 ini yang mencoba untuk keluar dari zona nyamannya dengan bereksperimen dengan gaya musikal yang baru. Sementara itu, ada juga band-band yang bersinar dengan mengusung aura nusantara, menurut daerahnya masing-masing. 

Di bawah ini adalah rangkuman dari kedinamisan musik Indonesia tahun 2013 sejauh yang saya amati. Seperti tahun-tahun sebelumnya, yang saya bahas di sini adalah lagu terfavorit yang mendapat rotasi putar yang tinggi sepanjang tahun. Kali ini, saya mencoba untuk mengurutkannya dari posisi terbawah hingga teratas dengan jumlah total 13 lagu, yang disesuaikan dengan tahun. :D

Selamat membaca dan mendengarkan.



13. L'Alphalpha – Future Days

Dalam album penuh keduanya, band asal Jakarta ini menegaskan perubahan arah musikal mereka. Dari musik yang dingin dan kelam yang banyak menghiasi album pertama, kini mereka terdengar lebih cerah dan hangat dengan memaksimalkan bebunyian dari keenam personilnya.  Dan lagu "Future Days" mewakili perubahan tersebut. 




12. The S.I.G.I.T – Gate of 15th

Band rock kecintaan kota Bandung ini merilis album penuh keduanya dengan menggali lebih dalam raungan distorsi mereka dalam berbagai kanal rock, mulai dari progresif hingga stoner. Lagu "Gate of 15th" adalah representasi dari eksplorasi The S.I.G.I.T dalam album Detourn. Sebuah anthem rock yang lugas dari detik pertama dan juga menyimpan kejutan pada menit satu di detik kelima satu. 

11. Maliq & D'Essentials – Setapak Sriwedari

Album kelima dari Maliq & D'Essentials ini mencoba untuk sedikit 'bermain-bermain' di luar zona nyaman mereka selama ini. Hasilnya terasa menyegarkan. Contohnya pada single pertama dalam album "Setapak Sriwedari", yang hadir dengan aransemen yang lebih kaya dan nuansa lagu yang menyenangkan. Dan jika diukur dari airplay radio "Setapak Sriwedari" di berbagai kota di Indonesia, kita harus mengucap syukur karena publik musik pop Indonesia arus utama saat ini ternyata masih dapat menerima musik pop bermutu seperti ini.




10. Tulus – Sepatu

Musik pop Indonesia beruntung memiliki penyanyi pria seperti Tulus yang memiliki karakter vokal yang kuat dan kemampuan yang hebat dalam menulis lagu sendiri. Dari awal mengenal Tulus di jaman Sarasvati saya sudah menduga bahwa suatu saat ia akan bersinar. Dan terbukti dengan karirnya yang melambung sekarang ini. Single "Sepatu" dirilis tahun ini sebagai penerus kesuksesan lagu-lagu dalam album debutnya. Lagu ini memiliki melodi yang ramah, aransemen musik yang bernas serta lirik kiasan yang manis. 




9. Theory of Discoustic – Bias Bukit Harapan

Band asal Makassar ini menjadi satu dari sekian band folk yang sedang bergeliat di Indonesia sekarang ini. Yang membuat mereka perlu diberi perhatian lebih karena musik folk yang diusung membawa elemen kedaerahan mereka. Contohnya di lagu "Bias Bukit Harapan" yang liriknya merupakan tafsir ulang dari lagu tradisional Bugis "Indo Logo" Seperti kisah di lagu ini yang bercerita mengenai harapan, saya pun memiliki harapan agar cerita-cerita mereka lebih banyak didengar publik yang lebih luas lagi di masa depan. 


8. Semakbelukar – Kalimat Satu

Semakbelukar membuat saya merubah pandangan terhadap sesuatu yang berbau melayu itu tidak melulu cengeng dan norak. (salahkan Kangen band dan ST12 untuk stereotip tersebut). Semakbelukar datang dari Palembang, Sumatera Selatan dengan musik Melayu kontemporer, lengkap dengan gendang, mandolin dan akordeon. Sebagai bangsa yang kaya akan budaya, album ini adalah contoh kearifan lokal yang patut diapresiasi. Lagu "Kalimat Satu" menjadi salah satu favorit dalam album terakhir mereka sebelum membubarkan diri. 


7. Jirapah – Crowns

Awalnya saya mengira album ini merupakan album soundtrack dari film arahan Anggun Priambodo yang akan resmi dirilis bulan Maret 2014. Ternyata menurut sang sutradara, lagu-lagu dari berbagai band dalam album ini dibuat setelah film selesai diproduksi. Jadi lagu-lagu yang ada terinspirasi dari film. Salah satu interpretasi yang paling berhasil dalam album ada pada lagu "Crowns" dari band indie rock asal Jakarta, Jirapah. Di lagu ini, vokalis Ken bernyanyi lebih kalem daripada biasanya, di antara iringan seksi ritem yang juga terdengar santun. Bagian akhir lagu ini juga menarik karena diisi oleh speech dari keyboardis Mar Galo yang diambil dari cuplikan dialog dalam film yang terasa lebih getir jika disandingkan dengan visual pada video musiknya. 


6. Ayushita – Sehabis Hujan

Aktris Ayushita sangat beruntung bertemu dengan orang yang tepat ketika ia memutuskan untuk merilis sebuah album musik. Saya tidak dapat membayangkan apa jadinya jika Ayushita tidak bertemu dengan Ricky Surya Virgana (bassist White Shoes and the Couples Company) dan juga Ramondo Gascaro yang dulu memperkuat SORE. Hasil dari dua musisi tersebut yang duduk sebagai produser album dan juga pencipta lagu adalah album pop dengan aransemen yang bergizi. Kelemahan suara Ayushita dalam album ini pun menjadi termaafkan karena lagu-lagu dalam album ini begitu nikmat untuk dikonsumsi. Salah satu favorit saya dalam album adalah "Sehabis Hujan" karya Ramondo Gascaro yang memiliki sedikit nafas Ennio Morricone dan juga nuansa dari band terdahulu Ramondo yang membuat saya mau tidak mau membayangkan suara Ade Paloh yang mungkin akan membuat lagu ini menjadi lebih magis. 




5. Barefood – Perfect Colour

"Perfect Colour" menghantam saya pada suatu siang di bulan November 2013. Mendengarkan lagu ini seperti menuntaskan kerinduan akan musik-musik dari era remaja saya di paruh 90an. "Perfect Colour" memiliki hook yang amat catchy dari detik perdana hingga usai. Pada menit kedua, melalui petikan gitar jangly yang tiba-tiba mendominasi membuat lagu ini semakin penuh akan aura nostalgia. Saat menyaksikan "Perfect Colour" dibawakan secara langsung, menambah kegairahan lagu ini sebagai anthem kerinduan generasi 90an Indonesia saat ini. 


 4. SORE – Bantal Keras

Mundurnya Ramondo Gascaro dalam tubuh SORE adalah salah satu kehilangan terbesar baik bagi para Kampiun maupun para personil SORE itu sendiri. Dan lagu "Bantal Keras" adalah ungkapan kehilangan yang mengharukan. Ade Paloh menulis lagu ini untuk sahabatnya yang ia kenal sedari masa hijau dulu. "Dan salahku dia hilang. Terhempas kemarau waktu yang menggarang", lantun Ade pada refren lagu ini yang telah sukses membuat air mata saya menggenang di pelupuk mata. Di satu kesempatan, SORE menyatakan tidak akan membawakan lagu ini pada panggung-panggung selanjutnya. Mungkin lagu ini terlalu berat untuk dilantunkan, karena akan selalu menguak kisah pertemanan di antara mereka yang mengharu biru. 


3. Lala – Morning Star

Mungkin banyak yang mengenal Lala Karmela sebagai seorang aktris sinetron. Namun sebenarnya ia sudah memulai karir musiknya dari tahun 2008. Lala tidak hanya menjadi penyanyi namun ia juga menciptakan lagunya sendiri. Di tahun 2013, Lala merilis album ketiganya dan seperti Ayushita, ia juga bertemu orang yang tepat. Joseph Saryuf (Iyub), otak dari band Santamonica dan orang di balik kesuksesan album-album The Brandals, Bayu Risa, dll didaulat menjadi produser album Lala. Di tangan Iyub, Lala diselamatkan dari tipikal female singer songwriter pada umumnya yang biasanya didominasi oleh gitar akustik atau piano. Lagu "Morning Star" adalah bukti dari kolaborasi yang padu antara Iyub sebagai produser dan Lala sebagai pencipta lagu. Dengan nuansa yang danceable yang disusupi oleh gaya musikal band-band Britania Raya era 90an seperti Dubstar dan Saint Etienne, membuat lagu ini menjadi salah satu lagu yang saya putar dengan rotasi tinggi di tahun 2013.  



2. Tigapagi – Alang-alang

Ada kebahagiaan di diri saya saat menyaksikan band asal Bandung, Tigapagi di tahun 2013 ini akhirnya merilis album penuh perdana dan mendapat apresiasi yang positif dari banyak pihak setelah sebelumnya sekian tahun hidup di bawah radar. Saya mengenal band ini di tahun 2007 saat saya bekerja di majalah Jeune di Bandung. Mereka menjadi band pertama yang saya wawancarai saat itu, ketika mereka baru merilis mini albumnya yang diedarkan sangat terbatas. Tahun berganti, band ini tak kunjung merilis album penuh. Hingga akhirnya Sigit dan kawan-kawan di Tigapagi bertemu Ade Paloh yang jatuh cinta dengan musik mereka dan mau untuk membidani album debut yang telah tertunda sekian lama. 

Tepat di tanggal 30 September 2013, album Tigapagi akhirnya dirilis dengan sebuah gebrakan, yaitu semua lagu dalam album terangkai menjadi satu track dengan durasi 65 menit yang semakin menggenapkan tanggal keramat dalam sejarah Indonesia yang menjadi benang merah dari album Roekmana's Reportoire. Lagu "Alang-Alang" menjadi pembuka album yang indah ini dengan lantunan vokal tamu dari sang produser, Ade Paloh. Lagu ini sebenarnya telah dirilis sebelumnya, tepat di hari Tani pada 24 September 2013 namun dengan lantunan suara Sigit Pramudita, vokalis utama Tigapagi. Saya pribadi lebih menyukai "Alang-Alang" versi Sigit. Karena suaranya terdengar lebih selaras dengan lagu, lebih rapuh, lugu dan sederhana jika dibandingkan dengan suara 'mahal' Ade Paloh yang sudah termasyhur. Dari intronya saja "Alang-Alang" sudah membuat saya jatuh hati. Dimulai oleh petikan gitar yang repetitif yang langsung disambut oleh seksi gesek yang menghayutkan. Rasanya seperti disambut oleh kehangatan keluarga saat berjalan pulang ke rumah. 


1. Pandai Besi – Laki-Laki Pemalu

Bisa dibilang saya cukup beruntung karena di tahun 2013 ini saya turut menjadi saksi dalam proses kreatifitas dari para personil Efek Rumah Kaca yang merombak lagu-lagu lama mereka menjadi lagu baru di bawah nama Pandai Besi. Awalnya karena pacar saya, Nastasha Abigail diajak Cholil dan Akbar untuk memperkuat departemen vokal latar Pandai Besi, berdampingan dengan Irma Hidayana. Karena salah satu tugas dari seorang kekasih adalah mendukung kegiatan pacar, saya pun jadi sering hadir dalam latihan-latihan Pandai Besi hingga pada proses rekaman di Lokananta, Solo. Saya menyaksikan bagaimana proyek ini yang awalnya hanya menjadi proyek rekreasi untuk pelipur kebosanan para personil Efek Rumah Kaca, akhirnya seiring waktu berkembang menjadi sebuah keluarga baru yang solid di tubuh Efek Rumah Kaca. Para personil Pandai Besi ini juga akhirnya dilibatkan dalam pembuatan album ketiga yang saat ini masih dalam tahap rekaman. 

Karena banyak menghabiskan waktu bersama para Pandai Besi, saya sedikit banyak jadi tahu isi dapur mereka, termasuk latar belakang setiap lagu Efek Rumah Kaca yang diaransemen ulang untuk Pandai Besi ini. Salah satu lagu Pandai Besi yang memiliki cerita menarik adalah "Laki-Laki Pemalu". Awalnya aransemen lagu ini dibuat untuk mendaur lagu "Kamar Gelap". Namun saat proses penempaan berjalan, para Pandai Besi merasa aransemen lagunya tidak sesuai dengan lirik dari lagu tersebut dan malah cocok untuk lagu Efek Rumah Kaca yang lainnya, yakni "Laki-Laki Pemalu". Akhirnya diputuskan aransemen yang sudah ada tersebut menjadi milik lagu "Laki-Laki Pemalu". Dan hasil aransemennya sangat jauh berbeda dibandingkan versi aslinya. Seperti sebuah lagu baru. Lagu ini tercatat sebagai lagu yang terakhir diaransemen dalam album Daur Baur. Saat mendengar hasil rekaman sebelum album dirilis, di antara semua lagu yang ada di Daur Baur, saya merasa lagu ini punya kekuatan tersendiri untuk berdiri sebagai single pertama dalam album ini. Kebetulan Cholil dan teman-teman lain di Pandai Besi juga merasakan hal yang sama terhadap lagu ini. Akhirnya disepakati, "Laki-Laki Pemalu" menjadi single pertama dari album Daur, Baur. 

"Laki-Laki Pemalu" versi Pandai Besi ini satu-satunya lagu yang cukup upbeat dalam album yang dipenuhi lagu-lagu down tempo dengan nuansa yang gelap. Jadinya cukup menonjol dan menyita perhatian dari awal. Dibuktikan melalui melodi gitar pada intro yang sangat menempel di kepala dan harmonisasi vokal yang terus bergulir hingga akhir lagu. Sebuah lagu yang megah dan adiktif untuk didengar. 


Dengar semua track di atas di sini













Komentar

Postingan populer dari blog ini

Day #11: The Like In I Love You

Lampau: Ulasan Album Centralismo - SORE

Enam Lagu Yang Mendefinisikan Paloh Pop