The Pains of Being Pure at Heart, kuartet dari New York Yang Bersahaja


Belum lama ini saya menulis soal band Inggris, Yuck yang musiknya terdengar sangat Amerika. Bertolak belakang dengan hal itu, di New York, Amerika Serikat ada sebuah band yang musiknya terdengar sangat Inggris. Namanya The Pains of Being Pure at Heart.

Mereka baru saja mengadakan konser di Jakarta pada hari Jumat (2/3) bertempat di Balai Sarbini, Plaza Semanggi.


The Pains of Being Pure at Heart, yang nama bandnya diambil dari sebuah buku cerita anak, terbentuk di tahun 2007 di Brooklyn, New York. Terdiri dari Kip Berman (vokal & gitar), Peggy Wang (keyboard dan vokal), Alex Naidus (bass) dan Kurt Feldman (drum).


Banyak kalangan berpendapat musik mereka seperti menghidupkan kembali musik-musik dari berbagai grup indie pop di Inggris pada era ’80 hingga ’90-an.

Di Amerika Serikat pada periode tersebut dipenuhi oleh berbagai band besar yang sangat berpengaruh seperti Nirvana, Smashing Pumpkins dan Sonic Youth. Yang menjadi pertanyaan, mengapa para personil The Pains of Being Pure at Heart yang tumbuh besar di Amerika tidak terpengaruh dengan musik-musik Amerika?

“Saya tidak anti terhadap musik Amerika. Hanya saja band-band Amerika lebih banyak berteriak sedangkan suara saya tidak seperti itu,” kata Kip sang vokalis sambil tertawa.

Dari segi musikal, The Pains of Being Pure at Heart juga banyak terpengaruh dari ramuan bunyi yang bising ala Sonic Youth dan juga musik rock yang solid seperti The Smashing Pumpkins. Kip menjelaskan bahwa ia tidak ingin The Pains of Being Pure at Heart dikenal hanya sebagai band indie pop yang terpengaruh band-band Inggris saja. Musikalitas mereka lebih luas dari itu.

Lebih lanjut, Kip bergurau juga soal stereotipe personil band indie pop yang lemah lembut, selalu mengenakan sweater dan memakan cupcakes. The Pains of Being Pure at Heart harusnya dapat mendobrak batasan musikal dan semua stereotipe yang ditunjukkan kepada mereka.

Dalam sesi wawancara itu dibahas juga mengenai pandangan umum publik yang menyebut The Pains of Being Pure at Heart sebagai band hipsters yang kaitannya dengan kota mereka tinggal, New York. Ketika ditanya soal hal ini, Kip kembali bergurau dan berkata bahwa mungkin orang-orang salah memanggil nama dia. Harusnya Kip jadi Hip.

Pada kenyataannya, Kip mengaku bahwa ia berharap bisa sekeren para hipsters New York. “Sejauh ini tidak ada model yang jalan bareng kami dan tidak ada orang-orang juga yang meminta foto bersama di jalan, “ kata Kip.

Salah satu usaha The Pains of Being Pure at Heart dalam mendobrak batasan musikal mereka, yaitu pada album kedua, Belong yang dirilis di tahun 2011 mereka bekerjasama dengan produser Flood yang dikenal sukses dalam menangani nama-nama besar seperti The Smashing Pumpkins, U2, The Killers dan masih banyak lagi.

Hasilnya, musik The Pains of Being Pure at Heart dalam album Belong terdengar lebih riuh dan megah dengan produksi yang rapi. Album Belong benar-benar menunjukkan bahwa The Pains of Being Pure at Heart bukanlah tipikal band indie pop yang manis.

Setelah memiliki dua album yang keduanya banyak menuai pujian kini The Pains of Being Pure at Heart tinggal memantapkan aksi panggung mereka dengan memperbanyak jam terbang. Tahun 2012 ini mereka pertama kali tur ke Asia. Setelah bermain di Singapura, Hongkong dan Filipina akhirnya mereka bermain di Indonesia.

Malam itu, The Pains of Being Pure at Heart baru naik pentas cukup larut, pukul 11. Mereka membuka dengan “This Love Is Fucking Right” yang diambil dari debut album di tahun 2009. Setelah itu berturut-turut mereka memainkan hits dari album kedua, “Belong” dan “Higher Than The Stars”



Tidak banyak komunikasi dari mereka kepada penonton malam itu. Hanya ucapan terima kasih dari Kip dan juga oleh satu-satunya personil wanita dalam band, Peggy Wang.

Setelah konser usai, Kip dengan santai berjalan menuju area penonton yang tentunya segera disambut oleh para penonton yang mengajaknya foto bersama. Akhirnya Kip meladeni semua permintaan tanda tangan dan juga foto bersama dari para penggemarnya.

Sebuah pemandangan yang jarang kita temui saat band mancanegara mengadakan konser di sini.

The Pains of Being Pure at Heart pun membuktikan bahwa mereka bukan hipsters yang keren ataupun bintang rock yang banyak tingkah. Mereka hanya pemuda dan pemudi yang mencintai musik dan beruntung dapat memainkan musik mereka ke banyak orang di berbagai belahan dunia.

*semua foto oleh Dave Andiputra


Artikel ini tayang di Yahoo! Indonesia pada tanggal 6 Maret 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Day #11: The Like In I Love You

Lampau: Ulasan Album Centralismo - SORE

Enam Lagu Yang Mendefinisikan Paloh Pop