SORE Live Bootlegs (2008 - 2012)

Mengabadikan kenangan tidak melulu dalam medium foto ataupun video saja. Seperti yang dilakukan Hasief Ardiasyah, seorang jurnalis musik yang kerap mengabadikan kenangan pada setiap konser yang didatanginya dalam bentuk audio. Kegiatan merekam konser dalam bentuk audio yang dikenal dengan sebutan bootleg ini memang tidak menampilkan kualitas suara nomer satu namun apa yang diabadikan dalam bentuk bootleg ini dapat mengembalikan kenangan dengan begitu lengkap hanya dengan mendengar suara dan ambience yang menyertainya.

Berikut ini Hasief bercerita mengenai momen-momen berharga yang ia alami sendiri di beberapa penampilan live SORE. Jika kamu berada di salah satu gigs SORE berikut ini, bersiaplah untuk dibawa pergi sesaat oleh mesin waktu berbentuk audio.


SORE Live Bootlegs (2008 - 2012)
oleh Hasief Ardiasyah

Saya masih ingat percakapan pertama saya dengan Ade Paloh. Kalau tidak salah ini di tahun 2006, di pernikahan seorang teman sesama. Sebelumnya kami sudah saling kenal, antara lain berkat permainan ABC Pancasila yang seru bersama Sore, The Brandals dan Pure Saturday saat tur bersama ke Yogyakarta. (Siapa bilang kehidupan band isinya hanya sex, drugs & rock 'n' roll?) Tapi ini pertama kalinya kami bertemu di luar konteks acara musik, jadi terjadilah basa-basi. Saya lupa apa saja isi percakapannya, tapi satu hal yang saya ingat dengan jelas adalah bagaimana Ade merasa penampilan Sore kalau bermain live tak sebagus band-band lain yang muncul di saat yang bersamaan seperti White Shoes & The Couples Company dan The Adams. Kalau tidak salah, salah satu alasannya adalah karena musik Sore yang ada di album Centralismo tak bisa direplikasi dengan memuaskan di atas panggung.

Sejujurnya ketika itu saya belum terlalu menyimak dan mendalami Sore. Saya tahu mereka banyak digemari, tapi saya sendiri belum menemukan apa yang bisa membuat gemar. Anehnya, obrolan dengan Ade itu membuat saya lebih rajin mendengar Centralismo dan menghadiri penampilan Sore, dan lama-kelamaan saya pun jadi penggemar.

Di saat yang bersamaan, saya menjalani sebuah hobi baru, yakni membuat rekaman audio konser, alias bootleg. Ini murni untuk kesenangan pribadi, agar konser dapat dinikmati kembali berulang kali. Ini juga membantu dalam pekerjaan saya di majalah musik, karena menjadi referensi untuk berbagai detail. Saya memilih untuk merekam audio saja, karena saya ingin merekam seluruh penampilan sebuah band dari awal sampai akhir. Merekam video sepanjang konser pasti melelahkan, belum lagi kalau artisnya melarang rekaman. Tapi lebih penting lagi, saya ingin menikmati konser yang sedang berlangsung di depan mata tanpa harus memikirkan sudut pandang kamera. Maka rekaman audio menjadi preferensi saya. Tinggal pasang alat perekam di lokasi yang aman, stabil dan seimbang, lalu tinggalkan dan tonton saja.

Saat membongkar arsip untuk tulisan ini, ternyata cukup banyak penampilan Sore yang saya rekam dalam periode 2008-2012. Kalau diingat-ingat, Sore bertanggung jawab atas sejumlah momen favorit saya dalam menonton band.

Berikut ini adalah sejumlah lagu dari koleksi bootleg saya, yang dipilih berdasarkan sejumlah kriteria (kualitas audio, selera pribadi, kelangkaan, nilai sejarah dan lain-lain):

1. Merintih Perih (Plaza Tenggara Senayan 12/4/2008)

Ini penampilan pertama Sore setelah album Ports of Lima dilepas dan salah satu penampilan awal dengan Dono Firman sebagai musisi tambahan menyusul keterlibatannya dalam pembuatan album. Ini juga sebelum konser peluncuran albumnya diadakan di PPHUI. Dulu saya ada rekaman konser PPHUI itu dan sempat kasih ke Dono dan Mondo, tapi entah apakah masih ada. Setahu saya, Sore juga merekam sendiri konsernya, tapi entah apakah masih ada, atau mereka masih ingat. Sayang kalau tak ada, karena sejak dua konser Ports of Lima di Jakarta dan Bandung, hanya sebagian lagu di album itu yang selalu dibawakan. "Layu" ciptaan Echa bahkan belum pernah dibawakan lagi sampai sekarang.

Lain halnya dengan "Merintih Perih", lagu ciptaan Echa yang satu lagi di Ports of Lima. Selama Echa hadir di panggung, "Merintih Perih" pasti dibawakan. Saya suka lagu ini sejak dibawakan pada Desember 2007 di La Piazza, Kelapa Gading. Masih ada suasana gelap khas lagu-lagu ciptaan Echa seperti "Cermin", "Keangkuhanku" dan "Aku", tapi terdengar lebih Sore. Ketika tampil di masa-masa Ports of Lima baru keluar, cara Echa menyanyikan refrain "Merintih Perintih" lebih seperti yang ada di albumnya, yaitu agresif dan berteriak. Belakangan ini dia menyanyikannya dengan falsetto yang lebih halus. Mungkin ini demi kesejahteraan pita suaranya.




2. Essensimo (Blitz Megaplex Grand Indonesia 5/8/2008)

Tak ada cerita yang terlalu signifikan dari penampilan ini. Berlangsung pada hari kerja pada malam hari di lokasi yang berlawanan dengan arus lalu lintas dari kantor saya dan gratis pula, jadi kenapa tidak? Yang membaca keterangan di kover album Ports of Lima akan tahu bahwa drum di "Essensimo" adalah hasil programming, jadi selalu lebih enak kalau menyimak Bemby memainkan drum di lagu itu secara live.



3. Nancy Bird (Blitz Megaplex Grand Indonesia 10/2/2009)

Sore menyumbang dua lagu untuk soundtrack film Pintu Terlarang, dan album soundtrack tersebut mendapat acara peluncurannya sendiri. Kalau tidak salah ini sekali-sekalinya "Nancy Bird" dibawakan; "Lullaby Blues", lagu Sore yang juga direkam untuk film ini, masih sempat dibawakan sekali lagi setelah acara ini. Tapi "Nancy Bird" yang masuk ke kompilasi Sorealist, jadi mungkin akan dibawakan lagi dalam waktu dekat.



4. Senyum Dari Selatan (Teater Salihara 29/3/2009)

Sore tampil di Teater Salihara dalam rangka acara Sejarah Adalah Sekarang, yang menggalang dana untuk Kineforum, sebuah wadah apresiasi untuk perfilman Indonesia. Mengingat kerap terlibatnya Mondo dan Bemby dalam scoring film, serta keikutsertaan Sore dalam beberapa soundtrack film, mengajak mereka adalah pilihan yang tepat (meminjam kata-kata pelayan waralaba restoran pizza).

Sore menggunakan kesempatan ini untuk membawakan sejumlah lagu yang jarang dimainkan, termasuk lagu-lagu mereka yang dipakai dalam film layar lebar. Ayah Mondo, yang menyumbang suaranya pada "Lullaby Blues" dari soundtrack Pintu Terlarang, ikut diajak.

"Senyum Dari Selatan" adalah salah satu lagu Sore kesukaan saya, yang sayangnya hampir tak pernah dibawakan lagi setelah konser peluncuran Ports of Lima. Entah kenapa jarang dibawakan; mungkin karena mereka merasa harus ada saksofon saat dimainkan, sedangkan pemain saksofon tak selalu bisa dibawa.

Setelah lagunya usai, Awan menjelaskan bahwa Echa berhalangan hadir, jadi posisinya digantikan oleh David Tarigan. Anehnya, Echa muncul dan main gitar pada lagu penutup, "Funk The Hole", jadi entah apa yang terjadi padanya di hari itu. Kayaknya bukan karena "daftar caleg Partai Homo Nasional" seperti kata Awan.



5. Mata Berdebu (Eastern Promise 25/6/2009)

Echa absen lagi, tapi kali ini lebih jelas alasannya, yaitu baru mengalami kecelakaan saat naik sepeda motor. Saya tak ingat apanya yang cedera, tapi yang pasti David Tarigan kembali menggantikannya pada gitar. Echa punya cara bermain gitar yang unik, yakni gitar normal dibalik dan dimainkan secara kidal, dan senar-senarnya dipetik dengan jari seperti bermain bas. David bermain gitar dengan cara konvensional, dan dia bisa saja mengikuti isian Echa dengan sama persis. Tapi dia memilih untuk memainkan dengan caranya sendiri, dan perbedaannya sangat terasa di rekaman ini, khususnya pada solo gitar.

Versi "Mata Berdebu" ini juga berbeda karena menampilkan Cholil Mahmud dari Efek Rumah Kaca pada vokal. Cholil sudah pernah menjadi penyanyi tamu Sore ketika Ade berhalangan, tapi pada malam itu dia datang sebagai penonton biasa dan duduk di lantai bersama penggemar lainnya. Walau Ade ikut tampil di malam itu, tampaknya Awan tak bisa menahan godaan untuk mengajak Cholil nyanyi lagi, dan Cholil pun tak ragu menyanggupi tawarannya. Sudah banyak band yang menampilkan Cholil sebagai penyanyi tamu, dan begitu dia muncul di atas panggung, penonton pasti histeris karena tahu lagu apa pun terdengar enak kalau dia yang nyanyi, apalagi kalau lagu itu sedahsyat "Mata Berdebu". Bagi saya, itu termasuk lagu yang takkan pernah terdengar jelek, siapa pun yang menyanyikannya. Kecuali Andhika Kangen Band.


6. Banyak Asap Di Sana (Trax FM 01/07/2009)

Masih berkaitan dengan Efek Rumah Kaca, Sore dan ERK sama-sama diminta ikut memeriahkan siaran ulang tahun 101.4 Trax FM di Gedung Sarinah. Tapi agar lebih menarik, kedua band diminta saling menukar dua lagu untuk dibawakan. Alhasil, Sore membawakan "Debu-Debu Berterbangan" dan "Banyak Asap Di Sana"-nya ERK. David Tarigan masih menggantikan Echa pada gitar, dan juga ikut main bas bersama ERK karena Adrian sedang sakit. Saya juga ingat ada Adink dari Klarinet, yang saat itu masih ikut The Upstairs dan turut berpartisipasi di acara ini. Dia ikut main keyboard bersama Mondo, berarti Dono absen juga. Kalau ada yang hadir di sana dan masih ingat, mohon verifikasinya.



7. 400 Elegi (Eastern Promise 02/08/2009)

Kembali ke Eastern Promise untuk Sore Y Las Familias, sebuah mini-konser yang diadakan sendiri oleh Sore dengan bantuan penggemarnya, para Kampiun. Tiket habis terjual, dan hadirin nyaris tak bisa bergerak karena memang tak ada ruang. Tapi ada rasa merinding saat mendengar seluruh penonton ikut menyanyikan semua lagu, bahkan lagu-lagu yang jarang dibawakan seperti "400 Elegi" ciptaan Bemby. Saat peluncuran Ports of Lima, Bemby menyanyikannya sambil bermain drum, tapi pada kesempatan ini dia main gitar akustik sambil nyanyi, dan Dono main drum seperti di videoklip "Merintih Perih" yang tak dihadiri Bemby karena berhalangan.

Mungkin Sore adalah satu-satunya band di mana tak ada satu pun anggotanya yang selalu hadir di setiap penampilan. Semuanya pernah absen karena satu dan lain hal, termasuk kecelakaan, persiapan pernikahan dan paspor hilang menjelang keberangkatan untuk bermain di luar negeri (silakan tebak). Makanya Sore Y Familias menjadi sebuah momen istimewa, karena Sore tampil dengan formasi lengkap (walau Ade harus bermain sambil duduk karena kakinya cedera) dan mengajak sejumlah teman lama sebagai vokalis tamu (Aprilia Apsari dari White Shoes & The Couples Company, The Adams dan Jimi Multhazam dari The Upstairs) dalam sebuah acara yang diadakan penggemar untuk penggemar. Tak semua band mendapat kehormatan itu.



8. No Fruits For Today (Jaya Pub 18/10/2009)

Sebaliknya, hampir tak pernah ada penampilan Sore tanpa "No Fruits For Today". Ini tipe lagu yang selalu dimainkan karena ditunggu-tunggu penonton, padahal bandnya bosan karena sudah memainkannya entah berapa kali. Kalau kita belum merasakan itu, berarti band kita jarang manggung dan tak ada yang terlalu peduli dengan musik kita.

Jadi harus bagaimana kalau kita bosan memainkan lagu tapi tak mungkin tidak membawakannya? Salah satu caranya adalah dengan membuat aransemen baru. Itu yang dilakukan Sore ketika tampil di Jaya Pub dalam rangka Superbad, acara musik bulanan asuhan Indra Ameng dan Keke Tumbuan. Bermain di Superbad adalah ajang yang tepat untuk bereksperimen atau memainkan lagu baru, karena biasanya banyak di antara penonton adalah anak band, yang datang untuk interaksi sosial dan musik berkualitas. Mereka cenderung lebih apresiatif, karena pernah ada di panggung itu juga. Memang bisa agak menakutkan bagi band baru, tapi kalau bisa membuat penonton di Superbad terkesan, maka prospek ke depannya cukup menjanjikan.

Pada malam ini, Sore sudah bukan nama baru lagi, jadi tak perlu bekerja terlalu keras untuk membuat hadirin terpukau. Yang penting semua senang, dan kalau menyimak reaksi penonton terhadap versi baru "No Fruits For Today" ini, tampaknya Sore berhasil. Tapi aransemen ini tak pernah dibawakan lagi, jadi mungkin Sore tak senang-senang amat.



9. Apatis Ria (AOD 02/04/2010)

Ini satu lagi lagu lama dengan aransemen baru. Sore meluncurkan mini-album Sombreros Kiddos yang berisi beberapa lagu baru, versi live lagu lama, serta lagu lama yang di-remix. "Apatis Ria" yang akustik di Ports of Lima di-remix oleh Aghi Narottama (Ape on the Roof) untuk Sombreros Kiddos, dan dalam acara peluncurannya di AOD, "Apatis Ria" dibawakan dalam format full band dengan aransemen yang lebih mendekati remix Aghi. Dalam penampilan ini, Aghi dan Iman Fattah ikut bermain gitar, sehingga terjadi reuni panggung bagi tiga dari empat anggota Lain, band lama Bemby.

Acara ini juga punya makna sejarah pribadi bagi saya, karena merupakan salah satu penampilan pertama bersama Sir Dandy. Kami menjadi salah satu band pembuka, masih dalam format duo. Tak sampai tiga minggu kemudian, kami berubah menjadi format band dengan Ade Paloh pada bas dan Widi Puradiredja dari Maliq & D'essentials pada drum. Formasi yang absurd secara teori, tapi masuk akal kalau tahu bahwa Ade Paloh adalah inspirasi bagi Sir Dandy untuk belajar gitar dan membuat lagu-lagu sendiri. Sangat menyenangkan bisa bermain bersama Ade mengiringi Sir Dandy, tapi sayangnya dia tak bisa nyanyi sambil main bas.



10. Pergi Tanpa Pesan (Plaza Festival 24/04/2012)

Saya nyaris tak menghadiri penampilan ini, karena sedang mengalami masalah pribadi dan merasa seperti mayat berjalan sepanjang hari itu. Benar-benar tak punya keinginan untuk melakukan apa-apa, apalagi pergi menonton band. Tapi akhirnya saya pergi juga, karena berdasarkan pengalaman, musik pasti bisa membuat suasana hati lebih baik, walau hanya untuk sesaat.

Lagipula, sudah hampir dua tahun tak menonton Sore. Terakhir nonton mereka adalah saat membuka konser Belle & Sebastian di tahun 2010. Setelah itu, mereka tak aktif tapi muncul berbagai spekulasi dan kabar serba tak pasti. Ade mengundurkan diri, tapi tiba-tiba Ade ada lagi saat pembuatan videoklip "Silly Little Thing" di awal 2011, tapi Mondo dan Dono tidak ikut. Lalu mereka ke Malaysia untuk tampil di pernikahan Noh Salleh dari band Hujan, juga tanpa Mondo dan Dono. Beberapa bulan kemudian, mereka tampil dalam sebuah festival di Singapura, tapi kali ini Mondo dan Dono ikut lagi. Di luar set akustik untuk Trax FM di sela-sela itu pada Agustus 2011, penampilan Sore di Plaza Festival untuk RadioShow tvOne adalah pertama kalinya mereka bermain di Jakarta sejak 2010.

Seharusnya kembali tampilnya Sore dengan formasi lengkap adalah tanda positif untuk masa depannya. Tapi begitu saya tiba di Plaza Festival, saat Sore masih soundcheck sebelum acara dimulai, saya merasakan sebuah aura yang aneh, seolah-olah memberi tahu bahwa tidak akan ada sebuah akhir yang bahagia. Format TV yang berbeda dari konser biasa - main beberapa lagu, terus iklan, terus wawancara, terus main lagi - turut membuat suasana terasa ganjil.

Dalam sesi wawancara, pembawa acara Buluk dan Sandy langsung main tembak dan menanyakan masa depan Sore. Ade menjawab Sore tetap jalan, yang disambut dengan senang oleh massa yang datang khusus untuk menonton di lokasi daripada di TV. Sebuah akhir bahagia!

Tapi coba simak "Pergi Tanpa Pesan", yang dinyanyikan Ade dengan penuh perasaan, tanpa bermain gitar seperti biasanya. Lalu saat lagu terakhir "Funk The Hole" selesai dimainkan, Ade menghampiri Mondo dan memeluknya, dengan sedikit rasa canggung.

Apa maksudnya?

Jawabannya muncul beberapa hari kemudian. Lewat Twitter, Mondo menyatakan mengundurkan diri dari Sore. Beberapa bulan kemudian, terungkap bahwa Dono pun mundur. Jadi 24 April 2012 di RadioShow tvOne adalah penampilan terakhir Sore bersama Ramondo Gascaro dan Dono Firman.

Tibalah kita di 2013. Memantau akun Twitter Sore di periode September-Oktober 2012, terlihat bahwa Ade, Awan, Echa dan Bemby sedang sibuk merekam lagu-lagu baru yang kemudian masuk ke Sorealist, kompilasi kilas balik karya-karya Sore yang beredar dalam format digital di iTunes sejak 20 April 2013. Lalu pada bulan Maret, akun Twitter Sore memperlihatkan mereka sedang latihan. Ternyata mereka disewa untuk tampil di Bandung dalam sebuah resepsi pernikahan seseorang yang tampaknya sangat menggemari mereka. Dalam penampilan itu, Sore dibantu oleh Krisna Prameswara, keyboardist sejumlah band termasuk Naif dan G-Pluck, band Beatles tribute-nya Awan; serta Sigit Pramudita, vokalis dan gitaris band Tigapagi asal Bandung, yang juga ikut band Marsh Kids bersama Ade.

Melihat kembalinya Sore ke panggung, saya langsung mengontak sang manajer, Satria Ramadhan, untuk menanyakan apakah ini berarti mereka sudah siap untuk menerima tawaran lain. Setelah banyak pembicaraan panjang lebar dengan Satria dan pihak-pihak terkait lainnya, akhirnya disepakati bahwa Sore akan tampil di Rolling Stone Cafe pada hari Minggu 5 Mei pukul 15:00.

Ini akan menjadi debut resmi (dalam arti terbuka untuk umum, bukan khusus undangan) formasi Sore yang sekarang, sekaligus peluncuran Sorealist dalam format fisik. Pasti akan terasa aneh melihat dan mendengar mereka tanpa permainan keyboard dan vokal Mondo, serta Dono yang mengisi kekosongan pada synth dan gitar. Tapi ini sebuah era baru, lengkap dengan karya-karya baru yang akan dibawakan untuk pertama kali. Kalau ada kekurangan, itu bisa dimaklumi atau bahkan terabaikan di tengah euforia atas kembalinya Sore dengan lagu-lagu baru yang sudah mendapat tanggapan positif.

Tapi apa pun yang terjadi di Rolling Stone Cafe pada 5 Mei mendatang, saya akan mengingat obrolan dengan Ade sekian tahun yang lalu di pernikahan itu. Apa pun yang Ade bayangkan, saya yakin penampilan Sore di mata dan telinga penggemar takkan seburuk itu. Mendengarkan "Mata Berdebu", "Setengah Lima dan lain-lain berkumandang lagi sudah lebih dari cukup.

Hasief Ardiasyah adalah Associate Editor di Rolling Stone Indonesia, yang pekerjaannya adalah mendengar musik, mewawancara orang di balik musik (termasuk banyak band kesukaannya, baik lokal maupun internasional), menonton konser, menulis tentang semua itu dan dibayar pula.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Day #11: The Like In I Love You

Lampau: Ulasan Album Centralismo - SORE