Wawancara David Tarigan

Wawancara saya dengan David Tarigan ini saya lakukan dalam rangka penulisan artikel untuk Yahoo! Indonesia mengenai Record Store Day. Bagi yang belum mengenal David Tarigan, ia adalah salah satu kolektor musik kelas akut dan juga perpustakaan musik berjalan. Untuk itu jika bertanya kepada David soal musik sudah pasti akan mendapat jawaban panjang dan bernas. 

Karena keterbatasan ruang dan setelah melalui proses penyuntingan di redaksi, artikel yang saya tulis berdasarkan hasil wawancara David menjadi cukup ringkas. Beberapa petikan jawaban David ada yang terbuang. 

Oleh karena itu, saya post hasil wawancara selengkapnya yang dilakukan via email di sini. Oh iya, sebelumnya David sempat meminta agar wawancara dilakukan secara langsung. Dengan alasan, ia lebih nyaman untuk mengobrol langsung daripada disuruh menulis jawaban. Namun saya menolaknya. Saya terlalu malas untuk menulis transkrip wawancara. Karena sudah pasti jika mewawancarai David secara langsung pasti akan menghasilkan berlembar-lembar transkrip percakapan. hehe




Sensasi apa saja yang didapat dari membeli rekaman fisik yang tidak bisa didapatkan dengan membeli rekaman digital?

Mendengarkan sebuah lagu atau musik dari sebuah band hanyalah salah satu bagian dari paket besar pengalaman rock. It’s the band, their fashion, the instruments, the artwork, the sleeves, the liner notes, the lyrics, bonuses, inserts, semua elemen yang mengkonstruksi ‘budayanya’. Era rock mengajarkan saya tidak hanya mendengar saja, tetapi juga mengalaminya dengan seluruh jiwa raga. Rekaman digital seperti mp3 tidak akan pernah masuk hitungan.

Dari kapan menjadi kolektor rekaman fisik? Dan lebih memilih rekaman fisik dalam format apa dan alasannya apa?

Awalnya mungkin tidak sadar kalau ternyata saya punya kecenderungan untuk mengoleksi. Sejak SD saya aktif membeli kaset, piringan hitam dan cd. Pada prosesnya saya akhirnya lebih memilih piringan hitam (vinyl). Walaupun juga tetap membeli kaset atau cd untuk rilisan-rilisan yang memang tidak tersedia dalam bentuk vinyl.

Saya tidak memilih vinyl karena suaranya yang lebih superior. Entah kenapa vinyl selalu menarik perhatian saya. Mungkin karena ruang untuk artwork yang lebih besar.

Jadi apa arti piringan hitam bagi lo?

Bagi saya piringan hitam secara tradisional merupakan elemen mendasar dari pemujaan rock. Bukan cd atau kaset, mereka datang belakangan. Piringan hitam menghubungkan sang pujaan dan pemuja. Seperti sesuatu yang mengandung DNA sang pujaan yang bisa dilebur oleh jiwa pemujanya. Layaknya hosti perlambang tubuh Kristus bagi umat Kristiani.

Mungkin juga karena dari kecil saya menyukai lagu-lagu lama, sehingga merasa harus memiliki artefaknya atau sesuatu yang otentik yang bisa dialami sama seperti saat ia baru keluar dulu. Saya tidak suka reissue, baik itu dalam bentuk vinyl juga, apalagi kaset atau cd. 

Saat ini piringan hitam kembali naik daun di Indonesia. Banyak anak muda yang tiba-tiba menjadi kolektor dan beberapa band lokal juga merilis rekaman dalam format piringan hitam. Mengapa tren tersebut baru terjadi sekarang di Indonesia?

Karena di Barat juga sedang tren. Kalo di Barat jelas-jelas anak-anak muda sudah jenuh dengan mp3 atau format digital seperti cd yang gampang banget dikopi, makin turun nilainya. Apalagi ditambah band-band populer kesukaan mereka ternyata banyak yang hanya merilis piringan hitam karena mereka bertahan di label kecil. Sesuatu yang sulit dilakukan oleh label besar (mencetak dengan jumlah sedikit). Ada yang bilang kalo plat di-bootleg pasti hasilnya nggak bisa sama seperti aslinya, tidak seperti cd yang sebaliknya. Juga tentang ruang improvisasi artwork yang lebih luas. Akhirnya mereka tertuntun kembali ke tradisi pemujaan rock yang seutuhnya.

Apa yang seharusnya dilakukan para musisi agar penggemarnya mau membeli rekaman fisik?

Kemas rekaman fisik dengan menarik. Buat penggemar berat mereka craving. Sesuatu yang bisa bergerak mewakili segala elemen yang membuat para fans gemeteran. Sesuatu yang bisa dialami. Didengar, dilihat, dirasa, dan dipakai. Berlaku sebagai rilisan dan juga merchandise mungkin?

Bagaimana pendapat lo soal toko rekaman saat ini? Dan harus bagaimana agar toko-toko tersebut agar terus bertahan?

Makin punah tentunya. Apalagi di Indonesia. Yang makin banyak tentunya pedagang piringan hitam baru atau bekas dan kaset bekas. Di Barat walaupun penjualan plat naik, banyak juga toko rekaman yang tutup. Yang akan bertahan tentunya toko-toko kecil atau specialist shop. Faktor yang cukup berpengaruh juga tentunya dengan adanya internet. Mereka dagang online. Di Indonesia pelik juga ya. Situasinya lebih kacrut dari yang di Barat.


Artikel saya mengenai Record Store Day di Yahoo! Indonesia dapat dibaca di sini.

Komentar

  1. maaf kalo untuk menghubungi david tarigan itu kemana ya? atau ada contact person nya ga? soalnya buat acara kampus nih hehe. thanks yaa (mohryanda@yahoo.com)

    BalasHapus
  2. maaf kalo untuk menghubungi david tarigan itu kemana ya? atau ada contact person nya ga? soalnya buat acara kampus nih hehe. thanks yaa mohryanda@yahoo.com

    BalasHapus
  3. Maaf untuk penggunaan kata akut itu artinya baru saja terjadi, mungkin kalo maksudnya sudah lama mengkoleksi, kata yang lebih tepat kronis

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Day #11: The Like In I Love You

Lampau: Ulasan Album Centralismo - SORE

Enam Lagu Yang Mendefinisikan Paloh Pop